Baterai lithium ferro phosphate (LFP) semakin populer di industri mobil listrik karena tidak lagi menggunakan nikel sebagai komponen utama. Dengan bahan baku utama besi dan litium, teknologi ini diadopsi oleh sejumlah produsen besar seperti Wuling, BYD, dan Tesla. Di Indonesia, model seperti Wuling Air EV, Binguo EV, serta BYD Atto 3, Seal, dan Dolphin sudah menggunakan baterai LFP.
Keunggulan Baterai LFP
Teknologi baterai LFP menawarkan berbagai kelebihan, termasuk daya tahan yang tinggi, kemampuan menghadapi suhu ekstrem, dan usia pakai yang panjang. Sebagai contoh, Wuling Air EV varian long range mampu menempuh jarak hingga 300 km dengan kapasitas baterai 26,7 kWh, sementara versi standar memiliki jarak tempuh 200 km dengan baterai 17,3 kWh.
Wuling Binguo EV juga hadir dalam dua varian, yaitu long range dengan kapasitas 31,9 kWh yang mampu menempuh jarak 333 km, serta premium range berkapasitas 37,9 kWh dengan jarak tempuh 410 km. Selain itu, baterai LFP ini telah mendapatkan sertifikasi IP67, yang memastikan ketahanan terhadap air dan debu, serta mampu bertahan dalam kondisi simulasi banjir selama lebih dari 30 menit.
Teknologi Blade Battery pada BYD
BYD, produsen mobil listrik asal China, mengembangkan teknologi “Blade Battery” yang menggunakan sel-sel tunggal yang disusun lebih optimal. Dengan struktur ini, efisiensi ruang baterai meningkat hingga 50% dibandingkan baterai LFP konvensional. Baterai Blade BYD juga menawarkan usia pakai hingga seumur hidup atau sekitar 1,2 juta kilometer.
Perbedaan dengan Baterai Nikel
Meski baterai berbasis nikel, seperti Lithium-Ion Nikel Mangan Cobalt (NMC), masih digunakan oleh produsen seperti Hyundai untuk model Ioniq 5, baterai LFP memiliki keunggulan biaya yang signifikan. Baterai LFP disebut lebih murah hingga 20% dibandingkan baterai berbasis nikel, meski memiliki jarak tempuh yang lebih pendek.
Hyundai dan Toyota, di sisi lain, tetap memanfaatkan teknologi berbasis nikel untuk produk mereka. Hyundai membangun pabrik baterai di Indonesia, sementara Toyota menggunakan baterai Ni-MH untuk model hybrid seperti Innova Zenix.
Arah Perkembangan Baterai LFP
Tesla Inc., sebagai salah satu produsen mobil listrik terbesar, kini beralih ke baterai LFP untuk sebagian besar produksinya. Model seperti Tesla Model 3 tipe Standard Range sudah menggunakan teknologi ini. Peralihan ini terjadi karena bahan baku LFP lebih efisien dibandingkan bijih nikel dan kobalt.
Menurut Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho, langkah Tesla ini menjadi tantangan bagi Indonesia sebagai produsen nikel. Ketika harga nikel dunia naik, Tesla menemukan alternatif yang lebih murah dan aman dengan LFP, sehingga persaingan antara baterai berbasis nikel dan LFP semakin ketat.
Baterai mobil listrik berbasis LFP terus berkembang sebagai solusi yang lebih ramah lingkungan, tahan lama, dan efisien. Dengan semakin banyaknya produsen yang mengadopsi teknologi ini, baterai LFP menjadi masa depan mobil listrik global. Di sisi lain, Indonesia perlu beradaptasi dengan tren ini untuk tetap bersaing di pasar bahan baku baterai kendaraan listrik.
Leave a Reply